seperti tau ada seorang pembunuh
duduk di salah satu kursi penumpang
kereta malam bergerak kencang
kabut merepih bagai tercencang ribuan pedang.
lari dari penjara, dalam penyamaran ia duduk
di sudut kereta. silih-berganti tiga kilatan wajah
lekat di matanya. wajah pertama:
wajah perempuan, mata cokelat terbelalak
lidah terjulur retak.
kantung empedu dalam tubuhnya seolah pecah
saat ia ingat warna air yang membulir
dari mata cokelat itu, mata perempuan
yang didera perkosa, sebelum dicekik
dan binasa sia-sia.
di luar jendela kereta, ia tatap malam memekat
tak satu pun pohon terlihat, tapi sebentuk wajah lain
kerap teringat: wajah pria belum tua, remuk
bagai tertumbuk sebongkah batu amuk.
wajah hancur itu memenuhi matanya yang muram
ia diam sediam nadinya di malam saat ia dengar
lelaki itu mengerang, menyebut nama tuhan
sebelum hidup dikhatamkan.
runcing tajam suara pluit kereta
seketika membelah bayangan wajah remuk itu
lalu melesat ke tengah dadanya.
ia gemetar. darah panas meliar.
dari dalam dadanya,
bayangan wajah seorang anak menyeruak:
wajah yang biru dan pucat, sembunyi
dalam takut yang sangat.
ia menyesal anak itu tak mati
di malam keparat itu
ia menyesal si bocah berhasil lari.
sebelum terasing dalam penjara
di matanya, sejumlah wajah lain
kerap hadir pula:
wajah pemerkosa perempuan itu,
wajah pembunuh pria itu,
wajah pembakar rumah bocah itu.
tapi di ujung peluru, yang mengantarnya
ke hari-hari kering di penjara gersang,
nyawa para pemilik wajah itu
bersarang dan kini perlahan hilang.
ia dengar, sekali lagi, lolong pluit kereta
ia katakan akan berziarah ke makam orang tua
saat penumpang yang duduk di sisi kirinya
menanyakan tujuan perjalanannya.
ia gelengkan kepala saat penumpang itu
bertanya di mana kubur mereka.
2011
by: inggit putria marga
![]() |
pict: robert d. junior as sherlock holmes |